Dengan kedatangan bulan Muharram ini, kita mengingat kisah yang selalu diulang-ulang oleh Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Suci di dalam berbagai surah di dalam Al-Qur’an kerana hikmah dan tujuan yang sangat luhur lagi tinggi:
قال الله تعالى : â وَكُلّا نَّقُصُّ عَلَيۡكَ مِنۡ أَنۢبَآءِ ٱلرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِۦ فُؤَادَكَۚ ... ١٢٠á [ هود: 120]
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; QS. Hud: 120.
قال الله تعالى : â نَتۡلُواْ عَلَيۡكَ مِن نَّبَإِ مُوسَىٰ وَفِرۡعَوۡنَ بِٱلۡحَقِّ لِقَوۡم يُؤۡمِنُونَ ٣ á [ القصص: 3]
Kami membacakan kepadamu sebahagian dari kisah Musa dan Firaun dengan benar untuk orang-orang yang beriman. QS. Al-Qahsash: 3
Fir'aun adalah simbol diktator yang paling buruk, seorang raja dari Mesir. Dia kufur kerana mengingkari Allah Yang Maha Tinggi secara nyata. Diceritakan oleh Allah di dalam firmanNya:
قال الله تعالى : â فَحَشَرَ فَنَادَى فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى23-24á
[ النازعات: 23-24]
Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya . (Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". QS. Al-Nazi’at: 23-24.
قال الله تعالى : â وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي ... ٣٨ á [ القصص: 38]
Dan berkata Firaun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. QS. Al-Qashash: 38.
Dia berbuat aniaya terhadap kaum Bani Israil dan menimpakan kepada mereka siksa yang sangat pedih:
قال الله تعالى : â إِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلَ أَهۡلَهَا شِيَعا يَسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَة مِّنۡهُمۡ يُذَبِّحُ أَبۡنَآءَهُمۡ وَيَسۡتَحۡيِۦ نِسَآءَهُمۡۚ إِنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٤ á [ القصص: 4]
Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. QS. Al-Qashash: 4
Firaun sebenarnya hidup dengan penuh ketakutan. Seorang komandan dari suku Qibthy pernah memberitahukan kepadanya bahawa Ibrahim, kekasih Allah melewati Mesir dan Fir’aun ingin menguasai isterinya, Sarah lalu Allah menyelamatkannya dan menjaga dirinya. Nabi Ibrahim memberitahu bahawa akan terlahir dari keturunannya seorang anak, yang menjadi penghujung perjalanan kekuasaan Fir’aun di negeri Mesir. Kisah ini pada dasarnya terdapat di dalam hadits Shahih bahwa pada saat dia meyakini bahwa kekuasaannya akan berakhir di tangan seorang lelaki dari kalangan Bani Israel. Maka diapun mulai membunuh kaum lelaki yang lahir dari kalangan Bani Israel untuk menyelamatkan posisinya.
Setelah beberapa lama seorang komandannya berkata kepadanya: "Sesungguhnya kaum Bani Israil hidup untuk berkhidmat kepada kita sementara engkau bertindak untuk menghabiskan mereka. Akibatnya tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali kaum wanita dan orang-orang tua. Maka biarkanlah mereka satu tahun dan bunuhlah bayi laki-laki yang lahir pada tahun berikutnya. Maka diapun setuju dengan pendapat ini, lalu diapun membunuh bayi laki-laki-laki yang lahir satu tahun dan membiarkan mereka satu tahun selanjutnya agar boleh bekerja untuk dirinya dan kaumnya. Hal ini sebagai ujian dan penjelasan bahwa kewaspadaan tidak akan pernah menyelamatkan seseorang dari ketetapan yang pernah ditetapkan oleh Allah. Nabi Musa Alaihis salam dilahirkan pada tahun dibunuhnya bayi lelaki yang lahir. Maka ibu Nabi Musa sangat bimbang dan takut jika bayinya yang pada usia balighnya kelak akan mendapat wahyu ini akan terbunuh ditangan tentara Fir’aun, dia akan menjadi peminpin umat. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam berkata tentang Nabi Musa: "Seandainya saudaraku Musa, hidup maka dia tidak memiliki pilihan kecuali harus mengikutiku”. Akan tetapi Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, Maha Mengetahui segala perkara hambaNya, Dia tidak pernah lalai dari mereka walau sekejap mata atau yang lebih kecil dari itu dan selalu menjaga serta memelihara mereka. Bayi yang kecil yang masih menyusu ini, yang sangat dibimbangi oleh ibunya kerana ancaman pedang Fir’aun telah mendapat pemeliharaan Allah, sebagaimana penjagaan Allah terhadap para nabi dan rasulNya:
قال الله تعالى : â ...ۚ وَأَلۡقَيۡتُ عَلَيۡكَ مَحَبَّة مِّنِّي وَلِتُصۡنَعَ عَلَىٰ عَيۡنِيٓ ٣٩á [طه: 39]
Dan aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.QS. Thaha: 39.
Allah membukakan hati isteri Fir’aun sebelum pintu benteng dan istana terbuka, anak tersebut besar di dalam didikan orang yang justeru menjadi musuh baginya. Lalu Musa alaihis salam keluar dari istana Fir’aun dengan suatu ujian:
قال الله تعالى : â وَجَآءَ رَجُل مِّنۡ أَقۡصَا ٱلۡمَدِينَةِ يَسۡعَىٰ قَالَ يَٰمُوسَىٰٓ إِنَّ ٱلۡمَلَأَ يَأۡتَمِرُونَ بِكَ لِيَقۡتُلُوكَ فَٱخۡرُجۡ إِنِّي لَكَ مِنَ ٱلنَّٰصِحِينَ ٢٠ á
[ القصص: 20]
Dan datanglah seorang laki-laki dari hujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu". QS. Al-Qasas: 20.
Setelah itu dia tumbuh dewasa lalu menikah dengan maskawin menggembala kambing. Pada saat dirinya telah dewasa, sempurna akalnya dan siap mengembang risalah Allah Ta’ala mewahyukan kepadanya. Dan dia didukung oleh saudaranya Harun sebagai pendukung dirinya dalam berdakwah:
قال الله تعالى : â فَأۡتِيَا فِرۡعَوۡنَ فَقُولَآ إِنَّا رَسُولُ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦ أَنۡ أَرۡسِلۡ مَعَنَا بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ١٧ á [الشُّعَرَاءِ: 17-16]
Maka datanglah kamu berdua kepada Firaun dan katakanlah olehmu: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam. lepaskanlah Bani Israel (pergi) beserta kami'". QS. Al-Syu’ara: 16-17.
Maka Fir’aun terlaknat menyambut mereka dengan sikap mengingkari Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
قال الله تعالى : â قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٣ قَالَ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ ٢٤ á [الشُّعَرَاءِ:24-23]
"Firaun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?. Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya. (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya". QS. Al-Syu’ara: 23-24.
Lalu perdebatan berlangsung alot dan berubah menjadi perdebatan dalam bentuk lain, Fir’uan mengumpulkan para tukang sihirnya agar membuat tipu daya terhadap Musa namun Allah selalu mengawasi mereka:
قال الله تعالى : â وَجَآءَ ٱلسَّحَرَةُ فِرۡعَوۡنَ قَالُوٓاْ إِنَّ لَنَا لَأَجۡرًا إِن كُنَّا نَحۡنُ ٱلۡغَٰلِبِينَ ١١٣ قَالَ نَعَمۡ وَإِنَّكُمۡ لَمِنَ ٱلۡمُقَرَّبِينَ ١١٤ á
[الأَعرَافِ: 114-113]
"Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Firaun mengatakan : Apakah sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang?. Firaun menjawab: "Ya, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)". QS. Al-A’raf: 113-114.
Mereka adalah para tukang sihir yang ahli:
قال الله تعالى : â قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِمَّآ أَن تُلۡقِيَ وَإِمَّآ أَن نَّكُونَ نَحۡنُ ٱلۡمُلۡقِينَ ١١٥ قَالَ أَلۡقُواْۖ فَلَمَّآ أَلۡقَوۡاْ سَحَرُوٓاْ أَعۡيُنَ ٱلنَّاسِ وَٱسۡتَرۡهَبُوهُمۡ وَجَآءُو بِسِحۡرٍ عَظِيمٖ ١١٦ á [الأَعرَافِ: 116-115]
" Ahli-ahli sihir berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?”. Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). QS. Al-A’raf: 115-116.
Namun Fir’aun dan rakyatnya, serta para tukang sihir dan dukun dikagetkan dengan sebuah peristiwa:
قال الله تعالى : â وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنۡ أَلۡقِ عَصَاكَۖ فَإِذَا هِيَ تَلۡقَفُ مَا يَأۡفِكُونَ ١١٧ فَوَقَعَ ٱلۡحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١١٨ فَغُلِبُواْ هُنَالِكَ وَٱنقَلَبُواْ صَٰغِرِينَ ١١٩á [الأَعۡرَافِ:119-117]
Dan kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!" Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Kerana itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.. QS. Al-A’raf: 117-119.
Walaupun peristiwa yang lebih mengegarkan dan mengejutkan belum memuncak, akan tetapi suasana semakin memanas pada saat seluruh tukang sihir yang didatangkan oleh Fir’aun beriman kepada Allah Azza Wa Jalla:
قال الله تعالى : â وَأُلۡقِيَ ٱلسَّحَرَةُ سَٰجِدِينَ ١٢٠ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٢١ رَبِّ مُوسَىٰ وَهَٰرُونَ ١٢٢á [الأَعۡرَافِ:122-120]
Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam, "(yaitu) Tuhan Musa dan Harun". QS. Al-A’raf: 120-122.
Maka Fir’aunpun mulai mengancam dan menindak mereka:
قال الله تعالى : â لَأُقَطِّعَنَّ أَيۡدِيَكُمۡ وَأَرۡجُلَكُم مِّنۡ خِلَٰف ثُمَّ لَأُصَلِّبَنَّكُمۡ أَجۡمَعِينَ ١٢٤ á [الأَعۡرَافِ: 124]
"Demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya." QS. Al-A’raf: 124.
Dalam waktu yang sangat singkat mereka berubah mengumumkan keimanan mereka secara jujur dan terang-terangan dari kekafiran sambil menantang diktator yang paling jahat di atas permukaan bumi. Penyampaian risalah saling bergantian antara Nabi Musa dan saudaranya, dan tekanan Fir’aun terhadap Musa dan saudaranya berjalan sampai kisah tersebut berakhir dengan apa yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Musa alaihis salam agar mereka berjalan pada malam hari dari Mesir dan Fir’aun sangat bingung dengan perkara tersebut. Maka diapun mengirim berita kepada seluruh penjuru Mesir agar rakyat berkumpul. Maka Fir’aunpun mengumpulkan bala tentaranya dan berjalan menuju arah yang dilalui oleh Musa, yaitu laut merah:
قال الله تعالى : â فَلَمَّا تَرَٰٓءَا ٱلۡجَمۡعَانِ قَالَ أَصۡحَٰبُ مُوسَىٰٓ إِنَّا لَمُدۡرَكُونَ ٦١ á [ الشعراء: 61]
Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". QS. Al-Syu’ara: 61.
Lautan dihadapan kita, jika kita melewatinya maka kita akan tenggelam padanya, sementara Fir’aun dan kaumnya berada di belakang kita, jika kita berhenti maka mereka akan menangkap kita. Maka Musa menegaskan dengan lisan seorang mu’min yang yakin dan percaya dengan janji, pertolongan dan rahmat Tuhannya:
قال الله تعالى : â قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهۡدِينِ ٦٢ á [ الشعراء: 62]
"Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". QS. Al-Syu’ara: 62
Pada saat Nabi Musa telah sampai di lautan maka Allah memerintahkan kepadanya untuk memukul laut tersebut dengan tongkatnya, maka lautan tersebut terpecah menjadi dua belas jalan, air berubah mejadi tanah. Maha Suci Allah, di tanganNyalah segala sesuatu dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Lalu pada saat Musa dan kaumnya berjalan melewati laut merah yang telah berubah menjadi tanah, seakan mereka berjalan di atas padang pasir maka Fir’aun pun ikut mengejar melewati jalan yang sama, lalu pada saat mereka telah sampai ditengah lautan Allah memerintahkan agar lautan tersebut kembali seperti keadaannya yang semula, maka laut itupun menghantam Fir’aun dan bala tentaranya sehingga menenggelamkan dan membinasakan mereka semua.
Peristiwa inilah yang kita raikan melalui penghayatan hari Ashura'. Ibn ‘Abbas meriwayatkan yang bermaksud: “Apabila Nabi SAW datang ke Madinah, Baginda melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, lalu Baginda bertanya: "Apakah ini?". Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari yang baik di mana Allah telah menyelamatkan padanya Nabi Musa dan Bani Israil daripada musuh mereka, maka Musa pun berpuasa”. Lalu Baginda SAW bersabda: "Aku lebih berhak dengan Musa daripada kamu," maka Baginda pun berpuasa dan menyuruh orang ramai supaya berpuasa”. (Riwayat al-Bukhari)
A’isyah r.a berkata (maksudnya): “Rasulullah SAW telah mengarahkan supaya berpuasa pada hari A’syura, dan apabila telah difardhukan puasa Ramadhan, maka sesiapa yang hendak berpuasa (hari A’syura) maka dia boleh berpuasa, dan sesiapa yang hendak berbuka maka dia boleh berbuka (tidak berpuasa)”. (Riwayat al-Bukhari & Muslim).
Daripada ‘Aisyah r.a berkata yang bermaksud: “Orang-orang Quraish di zaman jahiliyah berpuasa pada hari ‘Asyura, dan Rasulullah SAW juga berpuasa pada hari A’syura. Maka apabila Baginda datang ke Madinah, Baginda berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang ramai berpuasa. Apabila difardhukan kewajipan puasa Ramadhan, ditinggalkan puasa pada hari ‘Asyura lalu Baginda bersabda: "Sesiapa yang mahu, maka dia boleh berpuasa, dan sesiapa yang tidak mahu berpuasa, maka dia boleh tinggalkannya". (Riwayat al-Bukhari & Muslim)
Selain daripada berpuasa pada hari ‘Asyura ini, kita juga digalakkan untuk berpuasa pada hari sebelumnya iaitu hari ke-9 Muharram. Ini berdasarkan beberapa hadis sahih, antaranya ialah:
Daripada Ibn Abbas r.a berkata (maksudnya): “Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura, Baginda turut mengarahkan orang ramai supaya turut berpuasa. Lalu mereka berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang dibesarkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Lalu Rasulullah SAW bersabda lagi: "Sekiranya di tahun depan, jika diizinkan Allah, kita akan berpuasa pada hari ke-9". Ibn Abbas berkata: Tidak sempat munculnya tahun hadapan, Rasulullah SAW wafat terlebih dahulu.” (Riwayat Imam Muslim)
Daripada Ibn Abbas r.a berkata, bahawa Rasulullah SAW bersabda (maksudnya): "Sekiranya aku masih hidup hingga tahun hadapan, nescaya aku pasti akan berpuasa pada hari ke-9". (Riwayat Muslim).
Imam al-Nawawi (wafat 676H) dalam menghuraikan hadis-hadis ini telah menukilkan pendapat Imam al-Syafie dan ulamak di dalam mazhabnya, Imam Ahmad, Ishak dan yang lain-lain bahawa mereka semua ini berpendapat bahawa disunatkan berpuasa pada hari ke-9 dan hari ke-10, kerana Nabi SAW berpuasa pada hari ke-10 (‘Asyura) dan berniat untuk berpuasa pada hari ke-9 (tahun berikutnya). Imam al-Nawawi menyambung lagi: “Sebahagian ulamak berpendapat bahawa kemungkinan sebab digalakkan berpuasa pada hari ke-9 dengan hari ke-10 ialah supaya tidak menyamai dengan amalan kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ke-10”. (Rujuk: al-Minhaj syarh Sahih Muslim, Bab al-Siyam, ( Beirut : Dar al-Ma’rifah , cet.7, 2000), jil 4, hal. 254).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan