Jumaat, 17 September 2010

Adab Makan Dan Minum .. Perkara Remeh Yang Diperbesarkan Islam

· Berlindung dari kelaparan.

Abu Hurairah RA berkata: Nabi bersabda:

اَللّهُـمَّ إِنِّي أَعـُوذُبِكَ مِنَ الْجُـوْعِ فَإِنَّهُ بِئْـسَ الضَّجِيْعِ وَأَعُـوْذُ بِكَ مِنَ الْخِيَانَةِ فَإِنَّهُ بِئْـسَ اْلبِطَانَةِ

“Ya Allah aku berlindung denganMu dari kelaparan sesungguhnya ia seburuk-buruk teman tidur dan aku berlindung kepadaMu dari khianat sesungguhnya ia seburuk-buruk teman dampingan”.[1]

· Dilarang makan dan minum pada bejana emas dan perak.

Dari Hudzaifah radhiallahu anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تَلْبَسُـوْا الْحَرِيْرَ وَلاَ الدِّيْبَاجَ وَلاَ تَشْرَبُوْا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَِاْلفِضَّةِ وَلاَ تَأْكُلُوْا فِي صِحَافِهَا فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَنَا فِي اْلآخِرَةِ

“Janganlah kalian memakai kain sutra dan yang bergaris sutra (dibaj adalah jenis kain persia. Pen.) dan jangan pula kalian minum pada bejana emas dan perak serta makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak sebab dia (semua disebutkan di atas) adalah bagi mereka di dunia dan bagi kalian di akhirat”.([2]) [3]

· Berusaha mencari makanan yang halal, berdasarkan firman Allah SWT:

يَا أَيُّـهَا الَّذِيْنَ آمَنُـوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقَنكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik pada apa-apa yang telah kami berikan rezeki kepadamu”.[4]

· Membahagi perutmu menjadi tiga bahagian, iaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas, Rasulullah SAW bersabda:

مَا مَلأَ اَدَمِيٌّ وِعَاءً شَـرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسَبِ بْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صَلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَـثُلُثٌ ِلطَعَامِهِ وَثُلُثٌ ِلشَرَابِهِ وَثُلُثٌ ِلنَفَسِهِ

“Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika dia harus mengerjakannya maka hendaklah dia membagi sepertiga untuk mkanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya”.[5]

· Tidak dianjurkan makan yang banyak.

Rasulullah SAW bersabda:

اَلْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مَعْيٍّ وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ

“Orang-orang mu’min makan dengan satu usus dan orang kafir makan dengan tujuh usus”.[6]

· Basmallah, menggunakan tangan kanan dan memulakan makan yang dekat.

Umar bin Abi Salamah RA berkata: Pada waktu aku kecil dalam asuhan Rasulullah SAW dan tanganku selalu liar ke sana ke mari dalam piring makanan, maka Rasulullah SAW menegurku:

يَا غُلاَمُ سَـمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمَينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ

“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa-apa yang dekat dengan dirimu”. Hadits Shahih[7]

· Mendahulukan makan dari solat pada saat makanan sudah dihidangkan, berdasarkan sabda Nabi:

إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أَحَدِكُمْ وَأُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَابْدَءُوْا بِالْعَشَاءِ وَلاَ يَعْجَلُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهُ

“Apabila makan malam sudah dihidangkan maka mulailah dengan makan malam dan janganlah tergesa-gesa sampai dia selesai makan malam”.([8])

· Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, berdasarkan sabda Nabi:

مَنْ نَامَ وَفِي يَدِهِ غَمْرُ –رِيْحِ اللَّحْمِ-وَلََمْ يَغْسِلْهُ فَاصَابَهُ شَئٌ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

“Barangsiapa yang tidur sementara tangannya dipenuhi bau daging dan dia belum mencucinya lalu ditimpa oleh sesuatu maka janganlah dia mencela kecuali dirinya sendiri”.[9]

· Dianjurkan berwudhu’ untuk makan jika seseorang dalam keadaan junub, berdasarkan hadits:

كَانَ رَسـُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْينَاَمَ تَـوَضَّأَ وُضُوْءَهُ ِللصَّلاَةِ

“Bahwa Rasulullah SAW apabila beliau sedang junub dan mahu makan atau tidur maka baginda berwudhu’ terlebih dahulu seperti wudhu’ beliau untuk solat”.[10]

· Bertahmid selepas makan dan minum berdasarkan sabda Nabi:

إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ اْلعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ اْلأَكْلَةَ فَيَحْمِدُهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبُ الشُّرْبَةَ فَيَحْمِدَهُ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Allah perkenan jika seorang hamba memakan suatu makanan lalu dia memuji Allah kerananya atau meminum suatu minuman dan dia memuji Allah kerananya”.[11]

· Setelah selesai makan maka dia mengucapkan salah satu do’a yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu:

اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلاَ مُوَدِّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنِى عَنْهُ رَبَّنَا عَزَّ وَجَلَّ

“Segala puji bagi Allah, pujian yang berlimpah lagi baik dan berkah yang sentiasa diperlukan dan tidak harus ditingalkan wahai rabb kami”[12],

atau membaca do’a

اَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِي كَفَانَا وَآوَانَا غير مَكْفِيٍّ وَلاَ مَكْفُوْر

(Segala puji Bagi Allah yang telah mencukupkan dan melindungi kita sentiasa diperlukan dan tidak diingkari”.[13]

Atau membaca do’a:

اَلْحَمْد ُِللهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَـوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan aku makan dengan makanan ini, dan menjadikannya sebagai rezeki bagiku tanpa daya dan upaya dariku”.[14] Atau membaca:

اَلْحَمْد ُِللهِ الَّذِي أَطْعَمَ وَسَقَى وَسَوَّغَهُ وَجَعَلَ لَهُ مَخْرَجًا

“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan dan minum serta mempermudahnya, juga menjadikan jalan keluar baginya”.[15]

اَللّهُمَّ أَطْعَمْتَ وَأَسْقَيْتَ وَأَقْنَيْتَ وَهَدَيْتَ وَأَحْيَيْتَ فَلِلّهِ الْحَمْدُ عَلىَ مَا أَعْطَيْتَ

“Ya Allah Engkaulah yang telah memberikan makan, memberikan minum, memberikan kecukupan, memberikan petunjuk, dan menghidupkan, segala puji bagi Mu atas semua yang telah Engkau berikan”.[16]

Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang diberikan makan oleh Allah suatu makanan maka hendaklah dia mengatakan:

أَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْه

“Ya Allah berikanlah keberkatan bagi kami padanya, tambahkanlah makanan tersebut bagi kami”

Aku tidak mengetahui makanan yang boleh memadai (kandungannya) kecuali susu”.[17]

· Dilarang menggunakan tangan kiri, berdasarkan sabda Nabi:

لاَ تَأْكُلُوْا بِالشِّمَالِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِالشِّمَالِ

“Janganlah makan dengan tangan kiri sebab syaitan makan dengan tangan kiri”.[18]

· Tidak bertanya tentang asal makanan, dijelaskan dalam sebuah hadits:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ عَلىَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ فَأَطْعَمَهُ مِنْ طَعَامِهِ فَلْيَأْكُلْ وَلاَ يَسْأَلُ عَنْهُ وَإِنْ سَـقَاهُ مِنْ شَـرَابِهِ فَلْيَشْرَبْ مِنْ شَرَابِهِ وَلاَ يَسْأَلُ عَنْهُ

“Apabila salah seorang di antara kamu mendatangi saudaranya semuslim lalu dia memberikan kepadanya makanan maka hendaklah dia memakannya tanpa bertanya tentang (asal) makanan tersebut dan jika dia memberinya minum maka hendaklah meminumnya tanpa bertanya tentang asal minuman tersebut”. [19]

· Dianjurkan makan dari apa-apa yang ada di tepi piring bukan dari atasnya (bagian tengah makanan), berdasarkan sabda Nabi:

كُلُوْا فِي الْقَصْعَةِ مِنْ جَوَانِبِهَا وَلاَ تَأْكُلُوْا مِنْ وَسْطِهَا فَإِنَّ اْلبَرَكَةَ تَنْزِلُ فِي وَسْطِهَا

"Makanlah pada piring dari pinggirnya dan janganlah kalian makan dari tengahnya sebab keberkatan turun pada tengah suatu makanan”.[20]

· Dianjurkan mengambil suapan yang terjatuh dan membersihkan apa-apa yang tersisa lalu memakannya, berdasarkan sabda Nabi:

إِذَا طَعِمَ أَحَدُكُمْ فَسَقَطَتْ لُقْمَتُهُ مِنْ يَدِهِ فَلْيُمِطْ مَارَابَهُ مِنْهَا وَلْيَطْعَمْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ

“Apabila salah seorang di antara kamu sedang makan, lalu suapannya terjatuh dari tangannya maka hendaklah dia membersihkan apa-apa yang meragukannya lalu makanlah dia, dan janganlah membiarkannya untuk syaitan”.[21]

· Pada waktu pagi makanlah tujuh biji kurma ajwa, agar terhindar dari racun dan sihir dengan izin Allah.

Dari Sa’d bin Abi Waqqas radhiallahu anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةٍ لَمْ َيضُرْهُ ذلِكَ اْليَوْمَ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ –زاده البخاري- ذَلِكَ الْيَوْمَ إِلىَ الَّليْلِ

“Barangsiapa yang memakan tujuh biji kurma ajwa pada waktu pagi maka dia tidak membahayakan baginya racun atau sihir” ditambahkan oleh Al-Bukhari “pada hari itu sampai malamnya”.[22]

Abu Zakaria An-Nawawi rahimhullah memilih pendapat yang mengkhususkan kurma ajwa' yang terdapat di Madinah, pengkhususan seperti sama seperti pengkhususan bilangan tujuh (seperti yang disebutkan di dalam hadits di atas) yang tidak diketahui kecuali dengan wahyu. Dan Abu Dawud menulis “Babu Fi Tamril Ajwah” dan tidak menyebutkan Madinah.[23]

· Dianjurkan memakan makanan setelah hilang panasnya, berdasarkan sabda Nabi:

لاَ يُؤْكَلُ الطَّعَامُ حَتَّى يَذْهَبَ بُخَارُهُ

"Suatu makanan tidak dimakan kecuali setelah asap panasnya menghilang”.[24]

· Tidak menyebut nama bagi suatu makanan dengan sebutan yang tidak disukai, dalam sebuah hadits riwayat Abi Hurairah Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تُسَمُّوْا الْعِنَبَ الْكَرْمَ فَإِنَّ الْكَرْمَ الرَّجُلُ اْلمُسْلِمُ

“Janganlah kalian menamakan Al-Inab (anggur) dengan nama al-karm sebab Al-Karm adalah lelaki yang muslim”.[25]

· Dimakruhkan bernafas dan meniup di dalam bejana (tempat minum)

:إِذَا شَـرِبَ أَحَـدُكُمْ فَلاَ يَتَـنَفَّـسُ فِي اْلإِنَاءِ ...

“Apabila salah seorang di antara kalian minum maka janganlah bernafas di dalam bejana…”.[26]

· Dianjurkan bagi seorang yang minum susu untuk berdo’a dengan do’a yang datang dari Rasulullah SAW,

Ibnu Abbas RA bahwa dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَـدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ. وَإِذَا سُـقِيَ لَبَنًا فَلْيَقُلْ: اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْـهُ فَإِنَّهُ لَيْسَ شَيْئٌ يُجْـزِي مِنَ الطَّعَامِ وَالشَّـرَابِ إِلاَّ اللَّبَنَ

“Apabila salah seorang di antara kamu memakan suatu makanan, maka hendaklah dia membaca:

اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ

(Ya Allah, berikanlah keberkahan bagi kami padanya dan berikanlah kepada kami makanan yang lebih baik darinya”.

Dan apabila beliau diberikan minum dari susu, maka beliau berdo’a:

اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْـهُ

(Ya Allah, berikanlah keberkahan bagi kami padanya dan tambahkanlah bagi kami darinya), sebab tidak ada makanan yang lengkap (kandunganya) selain susu”.[27]

· Dianjurkan orang yang memberi minum adalah orang yang paling terakhir minum, berdasarkan sabda Nabi:

إِنَّ سَاقِي الْقَوْمِ آخِرَهُمْ شُرْبًا

“Sesungguhnya orang yang memberi minum suatu kaum adalah orang yang paling terakhir menikmati minuman”.[28]

· Dianjurkan makan secara bersama (dalam satu bekas)

Sabda Nabi:

طَعَامُ اْلوَاحِدِ يَكْفِي اْلإِثْنَيْنِ وَطَعَامُ اْلإِثْنَيْنِ يَكْفِي اْلأَرْبَعَةَ وَطَعَامُ اْلأَرْبَعَةِ يَكْفِي ثَمَانِيَةً

“Makanan untuk seorang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk empat orang dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang”.[29]

· Nabi Muhammad SAW memberi petunjuk kepada orang yang makan namun tidak merasa kenyang dengan sebuah sabdanya:

فَلَعَلَّكُمْ تَتَّـفَـرَّقُـوْنَ قَالُـوا: نَعَـمْ قَالَ: فَاجْـتَمِعُوْا عَلىَ طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوْا اسمَ اللهِ عَلَيْهِ يُبَارَكُ لَكُمْ فِيْهِ

“Boleh jadi kamu berpisah-pisah (semasa makan)”. Mereka menjawab: “Ya, benar” lalu beliau mengingatkan: “Berkumpullah saat makan kamu dan sebutlah nama Allah atasnya nescaya Allah akan memberikan keberkahan bagi kalian padanya”.[30]

· Diharamkan duduk di hadapan hidangan minuman keras, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

مَنْ كَانَ يُـؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَـوْمِ اْلآخِـرِ فَلاَ يَقْـعُدْ عَلىَ مَائِدَةٍ يُشْـرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka janganlah dia duduk di hadapan hidangan yang diminum arak padanya”.[31]



[1] Hadits ini dihasankan oleh Albani-rahimhullah-, sunan Abi Dawud no: 2723

[2] HR. Bukhari no: 5426, Muslim no: 2067.

[3] Berbeda pendapat ulama tentang menyimpan bejana yang terbuat dari emas dan perak tanpa memakainya…dan pendapat yang masyhur adalah melarangnya, seperti yang diungkapkan oleh jumhur ulama dan disebutkan bahwa sebagian ulama memberikan keringanan dalam menyimpannya. (Fathul Bari, Ibnu Hajar 1/97-98)

[4] QS. Al-Baqarah: 172.

[5] Dishahihkan oleh Albani dalam kitab silsilatus shahihah no: 2265.

[6] HR. Bukhari no: 5393, Muslim 2060, 182.

[7] HR. Bukhari no: 5376, Muslim no: 2022.

[8]HR. Bukhari no: 674, Muslim no: 559.

[9] HR.Ahmad no: 7515, Abu Dawud no: 3852 dan dishahihkan oleh Albani.

[10] HR. Bukhari no: 286, Muslim no: 305.

[11] HR. Muslim no: 2734, Imam Nawawi rahimhullah menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Al-Aklah dalam hadits tersebut adalah makan siang dan makan malam, sebagimana disebutkan oleh syekh Utsaimin dalam syarah Riadhus Shalihin.

[12]HR. Bukhari 5459

[13] Shahihul Jami’ no:4731.

[14] HR. Turmudzi no: 3458 dan dihasankan oleh Albani no: 3348.

[15] HR. Abu Dawud no: 385, Albani berkata: Shahih.

[16] Albani mengatkan dalam Silsilatus Shahihah: (1/111)(71): HR. Ahmad tentang akhlaq Nabi SAW, kemudian dia menyebutkan sanadnya, lalu berkata: sanadnya shahih, semua yang meriwayatkan orang-orang yang terpercaya dan termasuk perawi hadits dalam muslim

[17] HR. Turmudzi no: 3455 dan dihasankan oleh Albani no: 3385.

[18] HR. Muslim no: 2019.

[19] HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya 2/399, hadits ini dishahihkan oleh yang alim Albani rahimhullah dalam kitab Silsilatus Shahihah no: 627.

[20] HR. Abu Dawud no:3772. dan bagian tengah dikhususkan bagi turunnya berkah sebab bagian tersebut adalah bagian yang paling adil.

[21] Sisilatus Shahihah no: 1404

[22]HR. Bukhari no: 5445 dan 5768, Muslim: 2047.

[23] Al-Adabus Syar’iyah no: 3/6.

[24] Albani berkata di dalam kitabnya: Irwa’ul Galil no: 1978: Shahih dan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 7/2580

[25] Shahih Muslim no: 5830.

[26] HR. Bukhari no: 5630, Al-Hafiz berkata di dalam kitabnya: Fathul Bari 10/80: Larangan tentang meniup di dalam bejana didasarkan pada beberapa hadits, begitu juga dengan larangan bernafas padanya, sebab bisa saja saat bernafasnya terjadi perubahan pada mulutnya karena pengaruh makanan atau karena jarang bersiwak dan berkumur, atau karena nafas tersebut naik bersama dengan gas yang terdapat di dalam lambung, dalam masalah ini meniup lebih keras dari sekedar bernafas.

[27] Dihasankan oleh Albani rahimhullah, Silsilatus Shahihah no: 232.

[28] HR. Muslim no: 681.

[29] HR. Muslim no: 2059.

[30] HR. Abu Dawud no: 3764 dan dishahihkan oleh Albani.

[31] HR. Ahmad no: 14241.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan